Sejarah Asal Usul Tradisi Maulid Nabi

Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam beberapa waktu setelah NabiMuhammad wafat. Peringatan tersebut bagi umat Muslim adalah penghormatan dan pengingatan kebesaran dan keteladanan Nabi Muhammad dengan berbagai bentuk kegiatan budaya, ritual dan keagamaan. Meski sampai saat ini masih ada kontroversi tentang peringatan tersebut di antara beberapa ulama yang memandang sebagai bidah atau bukan bidah.


Tetapi saat ini maulid Nabi diperingati secara luas di seluruh dunia termasuk tradisi budaya Indonesia. Maulid Nabi dirayakan seluruh penjuru dunia yang berpenduduk mayoritas Muslim. Yang menarik justru Arab Saudi adalah satu-satunya Negara dengan penduduk mayoritas Muslim yang tidak menjadikan Maulid sebagai hari libur resmi. Hal ini disebabkan karena mayoritas Muslim Arab Saudi menganut paham wahabi dominan termasuk salaf dan pemahaman Taliban. Perayaan Maulid Nabi seperti ini dianggap bidah.

Terdapat perbedaan waktu peringatan Maulid Nabi di dunia. Sebagian masyarakat Muslim Sunni merayakannya pada tanggal 12 Rabiul Awal. Sedangkan Muslim Syiah merayakannya sedikit berbeda yaitu pada tanggal 17 Rabiul Awal, yang juga bertepatan dengan ulang tahun Imam Syiah yang keenam, yaitu Imam Ja’far ash-Shadiq. Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW bermula pada masa pemerintahan Bani Taimiyah, kemudian dilanjuti pada masa pemerintahan Khalifah bani Abbas oleh penguasa AlHaramain (dua tanah suci, Mekkah dan Madinah) Sultan Salahuddin Al Ayyubi (Soultan Saladin), Salahuddin memerintah pada tahun 1174-1193 Masehi atau 570-590 Hijriah pada dinasti Bani Ayyub, setingkat Gubernur dengan pusat kesultanannya berada di Kota Qahirah (Kairo) Mesir dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan semenanjung Arabia.

Perintah merayakan Maulid ini disampaikan pertama kali pada Musim haji 579 H (1183 M) sebagai penguasa dua tanah suci kala itu, atas persetujuan Khalifah Bani Abbas di Baghdad, Sultan menghimbau agar seluruh jamaah Haji seluruh dunia jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera mensosialisasikan kepada masyarakat Islam dimana saja berada. Maksud Sultan Salahuddin merayakan tradisi ini selain bentuk cintanya pada Rasul juga sebagai cara membangkitkan semangat juang Umat Islam yang kala itu kehilangan semangat juang dan persaudaraan ukhuwah ketika terjadi perang Salib. Salahuddin ditentang oleh para Ulama, sebab sejak Zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada.

Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama Cuma ada dua yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, sehingga tidak dapat dikategorikan bidah yang terlarang. Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 M (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja’far al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi. Penyair Ahmad Syauqi menggambarkan kelahiran Nabi Mulia itu dalam Syairnya yang indah : “Telah dilahirkan seorang Nabi, alam pun bercahaya, sang waktu pun tersenyum dan memuji”.

Hikayat lain menyebutkan bahwa perayaan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang Gubernur Irbil di Irak pada masa pemerintahan sultan Salahuddin al-Ayyubi (1138-1193). Pada awalnya bertujuan untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu yang sedang terlibat dalam perang salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem dan sekitarnya. Tetapi menurut Imam As-Suyuthi seperti yang ditulis dalam kitab Husn Al-Maqosid fi Amal Al-Maulid mengungkapkan bahwa orang yang pertama kali menyelenggarakan perayaan Maulid Nabi adalah Malik Mudzofah Ibnu Batati, penguasa dari Negeri Ibbril yang terkenal royal dan berdedikasi tinggi. Pada masa Abbasiyah, sekitar abad kedua belas Masehi, perayaan Maulid Nabi dilaksanakan secara resmi yang dibiayai dan difasilitasi oleh khalifah dengan mengundang penguasa local. Acara peringatan itu diisi dengan puji-pujian dan uraian Maulid Nabi, serta dilangsungkan dengan pawai akbar mengelilingi kota diiringi pasukan berkuda dan angkatan bersenjata.

Di Indonesia, tradisi Maulid Nabi di tanah Jawa bagi sebagian orang Islam tradisi merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan sebagai salah satu bentuk pengejewantahan rasa cinta umat kepada Rasul. Di tanah Jawa sendiri tradisi ini  telah ada sejak zaman Wali Songo, pada masa itu tradisi Maulid Nabi dijadikan sebagai sarana dakwah penyebaran Agama Islam dengan menghadirkan berbagai macam kegiatan yang menarik masyarakat. Pada saat ini tradisi Maulid/Mauludan di Jawa disamping sebagai bentuk perwujudan cinta umat kepada Rasul juga sebagai penghormatan terhadap jasa-jasa Wali Songo. Sebagian masyakarat Jawa merayakan Maulid dengan membaca Barzanji, Diba’I ataual-Burdah atau dalam istilah orang Jakarta dikenal dengan Rawi. Barzanji dan Diba’I adalah karya tulis seni sastra yang isinya bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi Rasul.

Para Ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bidah atau perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada, namun termasuk bidah hasanah (bidah yang baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan seorang muslim yang pada zaman Nabi tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain : berzanjen, diba’an, yasinan, tahlilan (bacaan Tahlilnya, misalnya tidak bidah sebab Rasulullah sendiri sering membacanya). Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW bersabda : “Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafaat kepadanya di hari kiamat”. Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat mengatakan : “Siapa yang menghormati hari lahir Rasulullah sama artinya dengan menghidupkan Islam”.

loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Sejarah Asal Usul Tradisi Maulid Nabi Silahkan baca artikel Putra Anggo Blogger Kacangan Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Sejarah Asal Usul Tradisi Maulid Nabi Sebagai sumbernya

0 Response to "Sejarah Asal Usul Tradisi Maulid Nabi"

Post a Comment

Artikel Lainnya