Maulid itu Bidah atau Syiar

Maulid itu Bidah atau Syiar ~ Dalam penanggalan Hijriah, setiap 12 Rabiul awal selalu diperingati sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, Nabi penutup akhir zaman dan penyempurna ajaran-ajaran ketauhidan dari Nabi-Nabi sebelumnya. Dalam tradisi Islam  kelahirannya kemudian disebut sebagai Maulid Nabi.


Di Indonesia, tradisi ini dirayakan dengan berbagai macam cara. Di Sulawesi khususnya di Sulawesi tenggara, ada tradisi memajang telur yang sudah dihiasi, untuk kemudian dibagi-bagi, bahkan dibeberapa daerah di Sulawesi tenggara, telur-telur itu diperebutkan yang hadir di acara Maulidan. Namun, sebagian kalangan ada juga yang berpendapat bahwa merayakan Maulid Nabi merupakan perilaku bidah atau tidak pernah dipercontohkan oleh Rasulullah SAW. Menanggapi hal tersebut salah seorang tokoh Agama Sulawesi tenggara, KH Ali Awad Bamusallam menjawab.

Rasulullah Merayakan Maulid

Kalangan muslim saat ini banyak yang mempertentangkan apakah Maulid itu bidah atau malah di syariatkan. Kalangan yang menganggap itu bidah berpandangan jika perayaan Maulid Nabi adalah hasil pemikiran/ide pasca meninggalnya Rasulullah. Selain itu juga karena Nabi terakhir itu tidak pernah memberikan contoh kepada umatnya untuk merayakan hari kelahirannya. KH Ali Awad Bamusallam menuturkan, sebenarnya Rasulullah SAW juga merayakan hari kelahirannya. Meski secara langsung tidak pernah memberikan contoh kepada umatnya, namun anak dari Sitti Aminah itu punya kebiasaan memperingati hari kelahirannya itu untuk pribadinya sendiri

Rasulullah SAW, memang tidak pernah merayakan hari kelahirannya setiap tahunnya, pada tanggal 12 Rabiul Awal Hijriah atau 571 Masehi. Nabi kita itu malah merayakan hari kelahirannya tiap satu pecan, yakni pada hari senin. Tiap hari kelahirannya (senin) tiba Rasulullah akan puasa sunnah, dan puasanya itu tidak pernah ia tinggalkan entah dikala Rasul sakit atau sedang di medan perang. Hal itu membuat Fatimah anaknya pernah bertanya, mengapa Rasulullah tak pernah meninggalkan puasa seninnya. Kala itu Rasulullah menjawab kalau puasa yang ia lakukan itu adalah wujud syukurnya kepada Allah SWT, karena terlahir dalam keadaan tidak kurang satu apapun dan dalam keadaan beriman. Uniknya, hari kelahiran Rasulullah yang jatuh pada hari senin tanggal 12 Rabiul Awal itu, tidak hanya dikenal sebagai tahun gajah. Tapi juga, pada hari dan tanggal yang sama merupakan hari dan tanggal hijrahnya Rasulullah dari Mekkah ke Madinah dan juga hari dan tanggal wafatnya Rasul Allah yang terakhir itu.

Sejarah Tradisi Male

Tradisi Male dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan tradisi umat Islam, khususnya di kawasan Sulawesi. Male adalah hiasan telur yang ditusuk (dirangkai) bak sate dan ditancapkan ke batang pisang yang disusun secara apik dan indah. Tradisi Male sudah ada sejak zaman Kesultanan, bahkan merupakan alat pelopor masuknya Islam di Sulawesi. Kata Prof. Dr. H. Mattulada salah seorang pakar budaya di Universitas Hasanuddin, male merupakan sarana yang dipakai untuk syiar Islam saat mengajak orang untuk masuk Islam pada zaman kerajaan dulu. Kala itu, Sultan Aceh mengutus juru dakwah Dato Ribandang bersama beberapa murid untuk menyebarkan agama Islam ke kerajaan Gowa. Katanya, Dato Ribandang kemudian bergegas kerajaan yang kala itu masyarakat dan rajanya pun belum beragama Islam. Dato Ribandang kemudian diberi petunjuk Allah dalam mimpinya tentang perjuangan Salahuddin Al-Ayyubi yang membakar  semangat prajuritnya saat berperang di hari kelahiran Nabi. Dari situlah muncul ide dengan untuk membuat Male atau pohon ajaib kala Maulid Nabi tiba. Pohon ajaib itu kemudian di arak keliling kampong kerajaan Gowa sambil bersalawat. Masyarakat yang sebelumnya heran, kemudian datang menghampiri para pendakwah itu. Disitulah terjadi dialog yang menjadi cikal bakal masuknya Islam di Kerajaan Gowa.

Falsafah Male

Pohon Male yang biasa digunakan sebagai symbol dari perayaan Maulid ternyata memiliki falsafah yang dalam. Falsafah inilah yang kemudian membuat Raja Gowa dan masyarakatnya memeluk Islam setelah dapat penjelasan dari Dato Ribandang, sang juru dakwah yang baru saja pulang dari mengenyam ilmu di Arab saat itu. Dato Ribandang saat itu menjelaskan kepada raja bahwa pohon pisang yang berbuah telur itu (male) adalah symbol perwujudan umat Muslimin. Telur itu melambangkan hatinya umat Nabi Muhammad, di dalam telur itu hanya ada dua warna kuning dan putih, kuning tetap kuning, putih tetap putih, kapan bercampur telur busuk namanya. Itulah hati seorang muslimin yang tidak mencampurkan antara kebenaran dan kebathilan.

Selanjutnya, mengapa telur itu ditusuk ? Katanya, penusuk telur yang lurus itu melambangkan hati yang diluruskan agar bisa menempuh jalan Siratal Mustakim atau jalan yang lurus. Kemudian, mengapa telur-telur itu mesti dihias agar terlihat berwarna-warni dan cantik ? Seperti itulah Umat Islam yang lahir dari latar belakang yang berbeda-beda, namun itulah yang kemudian membuatnya menjadi cantik. Dan batang pisang itu melambangkan batang tubuh pribadi Muslim. Pohon pisang itu mulai dari akar, batang, daun, jantung, dan buahnya berguna. Pribadi umat Rasulullah juga harus seperti itu, berguna dalam segala hal. Terakhir, songkolo (kadomi) tempat menancapkan batang pisang di dalam Loyang. Nasi beras ketan itu sangat merekat satu sama lainnya. Hal ini melambangkan kesolidan umat Islam. Meski demikian, Male asli sesuai falsafahnya sudah banyak yang berubah jika dibandingkan dengan male saat ini. Sekarang telurnya kadang sudah tidak ditusuk lagi melainkan sudah ada yang digantung. Begitupun dengan loyangnya yang dulu berisi songkolo sekarang berubah jadi pasir.

Hikmah perayaan Maulid Nabi

Memperdebatkan perayaan Maulid Nabi, sebaiknya tidak membuat kita menjadi terkotak-kotak antara yang satu dengan yang lainnya. Menurut KH Ali Awad Bamusallam, sejauh perayaan itu masih mengandung nilai positif maka tidak masalah, yang tidak boleh kalau sebaliknya. Setidaknya ada tiga hikmah yang bisa kita petik dalam perayaan Maulid Nabi. Pertama, hal itu menunjukkan wujud kesyukuran kita karena lahirnya Muhammad sebagai penuntun Umat kepada jalan Allah. Kedua, perayaan itu merupakan ekspresi kecintaan kita terhadap Rasulullah, sehingga bisa meneladani beliau. Dan yang ketiga, perayaan itu adalah sarana untuk menyemarakkan syiar-syiar Islam.

loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Maulid itu Bidah atau Syiar Silahkan baca artikel Putra Anggo Blogger Kacangan Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Maulid itu Bidah atau Syiar Sebagai sumbernya

0 Response to "Maulid itu Bidah atau Syiar"

Post a Comment

Artikel Lainnya